Keesokan paginya, di rumah Harry semuanya kembali seperti
biasanya. Harry memperhatikan Zoe yang sedang membuat juice untuk sarapan. Zoe tak
menyadari kalau Harry sudah lama memandanginya dari belakang dan setelah tahu,
ia mengajak Harry untuk segera sarapan.
Tapi pagi ini Harry merajuk ingin makan nasi untuk sarapan,
membuat Zoe heran karena ia tahu kalau Harry hanya makan roti saat sarapan.
Tapi Harry tetap ingin makan nasi. Maka dengan ceria Zoe pun mengiyakan. Walau sebagai
gantinya, Harry harus membuat sarapan besok pagi. Ia pun mulai menyiapkan nasi
untuk ditanak.
“Zoe, I love you,” ucap Harry tiba-tiba, membuat Zoe
terhenyak kaget. Dan Harry pun menyadarinya sehingga ia pun menambahkan. “Aku
hanya ingin mengucapkannya saja.”
Walaupun tak nyaman, tapi Zoe mengabaikan dan pura-pura
marah, “Setelah ini jangan bicara lagi denganku, karena aku harus fokus dalam
menanak nasi.”
Harry pun mengerti kalau ini adalah tanda kalau Zoe ingin
dia makan roti saja. Ia pun menarik kursi dan berkata kalau ia mau kok makan
roti. Zoe tersenyum dan Harry bersyukur karena Zoe sudah kembali seperti Zoe
yang dulu.
“Jika aku seperti ini, apakah kita dapat bersama-sama?”
tanya Zoe tiba-tiba. “Tentunya tidak sekarang, tapi saat kita bertiga sudah tenang
semua. Dan juga, ayo bersama-sama kita cari orang yang telah mengancammu. Kita
tak bisa melarikan diri terus seperti ini.”
“Zoe..,” sela Harry.
“Kita bertiga menjadi teman.. aku sedikit tak percaya diri
dengan itu, tapi aku akan mencobanya,” ujar Soo Yeon memaksakan senyumnya.
Harry tak menyangka Zoe akan menerima tawarannya. Ia
tersenyum dan hanya menjawab, “Kalau memang itu yang kau mau..” Harry hendak
memulai sarapannya, tapi masih ada yang ingin disampaikan oleh Zoe.
Zoe juga akan bekerja di Belluz mulai hari ini. Ia ingin
bekerja lagi. Dan lagi-lagi Harry menjawab dengan tersenyum, “Kalau memang itu
yang kau mau.”
Dan seperti kata Zoe, ia pun mulai bekerja di butik Belluz. Yang pertama
kali yang ia lakukan adalah membenahi display butik. Mi Ran yang
datang belakangan, langsung menyambut Zoe dengan hangat. Ia sudah
mempersiapkan
ruangan kerja untuk Zoe yang akan selesai pada sore hari nanti. Melihat
betapa
antusiasnya Zoe, Mi Ran bertanya mengapa Zoe melakukan hal ini, padahal
sebelumnya Zoe selalu menolaknya?
Dengan santai, Zoe hanya menjawab kalau ia tiba-tiba ingin
bekerja saja, kalau tidak ia bisa gila jika hanya berdiam diri saja. Dan saat
ditanya tentang permintaan gaji yang menurut Mi Ran terlalu kecil untuk ukuran
desainer sekelas Zoe, Zoe hanya menjawab kalau nominal gaji itu hanya untuk
sebelum pembukaan butik.
Ia juga ingin membuat Mi Ran merasa sungkan padanya
(karena telah memberikan gaji yang kecil) sehingga Mi ran membiarkannya saat ia
bekerja, “Aku benci saat ada orang yang ikut campur saat aku bekerja.”
Handphone Zoe berbunyi dan Mi Ran pun kepo pada orang yang
menelepon handphone Zoe. Tapi Zoe segera menyadari ke-kepo-an Mi Ran karena Zoe
langsung mendekap handphonenya dan berkata. “Aku juga lebih benci saat ada
orang yang ikut campur urusan pribadiku,” dan ia pun menyingkir pergi.
Note: Ahh.. akhirnya bisa juga menggunakan kata kepo di
dalam sinopsis. Maaf .. baru beberapa minggu ini tahu arti kata kepo (ada yang
belum tahu? Kekeke.. arti kepo adalah ingin tahu) dan ingin mencoba
menuliskannya dalam sebuah kalimat. :p
Ternyata yang menelepon Zoe adalah Jung Woo yang sedang
memakai baju sambil menebak-nebak, “Ia akan menjawab.. Ia tak mau menjawab..”
Dan betapa kagetnya Jung Woo saat mendengar suara Soo Yeon menyapa ‘halo..’
dari speaker phone.
Jung Woo buru-buru mengambil handphonenya dan menyapa Soo
Yeon. Tapi suara yang di handphone mengatakan kalau ia bukanlah Soo Yeon, dan
itu membuat Jung Woo panik dan melihat nomor di handphone-nya lagi dan
bersikeras, “Kau kan Soo Yeon.”
“Aku.. Zoe Lou,” jawab Soo Yeon keras kepala juga.
Tapi kata-kata itu membuat Jung Woo lega, “Kau menakutiku.
Kupikir kau telah mengganti nomor telepon tanpa memberitahukanku,” dan ia pun
membalas Soo Yeon dengan menakuti-nakuti pula, “Kau tak tahu kan, kalau aku
telah memasukkanmu ke dalam daftar orang yang dicari di bandara?”
Mata Soo Yeon melebar, terkejut, “Apa?”
“Sekedar berjaga-jaga, kalau kau pergi ke Perancis tanpa
memberitahukanku. Dan aku memasukkanmu sebagai pembajak. Jadi jangan pernah
berpikir untuk melarikan diri, atau kau nanti dipermalukan di bandara,” ancam
Jung Woo.
Namun ancaman Jung Woo itu malah membuat Soo Yeon terkekeh
geli. Senyumnya semakin melebar saat Jung Woo berkata, “Zoe Lou, walau namamu
tak secantik nama Soo Yeon, aku suka mendengar suaramu yang sangat ceria.”
Aww… so sweeeett…
Soo Yeon memberitahukan kalau ia sekarang bekerja di Belluz.
Walau mulanya Jung Woo terkejut, tapi Jung Woo menyukainya karena berarti ia
dapat menemui Soo Yeon kapan saja.
Eihh.. jangan-jangan itu juga alasan Soo Yeon bekerja di
butik ibu tiri Jung Woo? Aihh.. so sweeett..
Setelah itu Soo Yeon pun menutup telepon, dan Jung Woo
bertanya-tanya sendiri, apakah telah terjadi sesuatu lagi pada Soo Yeon?
Ia berteriak frustasi dan melampiaskan rasa frustasinya itu
ke tembok. Pada tembok ia mencurakan perasaannya, “Ahh.. Aku sekarang khawatir
saat ia ceria ataupun menangis,” dan ia memeluk tembok itu, “Aku benar-benar
gila kalau seperti ini.”
Tanpa sengaja, ia menoleh ke samping, dan sudah ada
atasannya dan kedua rekannya yang melihat Jung Woo dengan tatapan Kau ini sudah benar-benar gila, ya?
LOL, buru-buru Jung Woo melepaskan diri dari tembok dan berkata dengan
tenang, “Aku dikeluarkan dari penyelidikan ini, kan? Tentu saja, karena ada
foto keluargaku. Silahkan kalau mau rapat,” Jung Woo pun mengemasi
baju-bajunya.
Jung Woo mendapat pesan dari Detektif Joo yang menyuruhnya
datang ke ruang interogasi. Right now. Maka ia pamit dengan memberi semangat
pada ketiga orang yang ada di hadapannya, “Pastikan untuk menangkapnya.
Fighting!”
Ketiganya bingung melihat reaksi Jung Woo yang kalem, tak
seperti biasanya, “Kalau kau ingin marah, marah saja,” saran atasan Jung Woo
khawatir. Rekan-rekannya juga khawatir, “Iya. Kalau kau seperti ini, malah
tampak semakin menakutkan.”
Tapi Jung Woo tetap cool karena ia telah memutuskan untuk
tak mencari gara-gara lagi sekarang karena setelah ia memiliki teman, ia telah
menjadi orang yang lebih baik. Jung Woo pun langsung pergi dengan mengucapkan
fighting berkali-kali pada mereka, membuat mereka bertiga bingung dengan sikap
Jung Woo.
Ha! Tak mencari gara-gara? Jung Woo? Nggak mungkin. Karena
sesuai permintaannya pada Detektif Joo, ia sekarang berdua dengan Detektif Joo
yang memberitahukan hasil otopsi Sang Chul.
Berdasarkan hasil otopsi, ternyata Sang Chul mati tenggelam
karena paru-parunya penuh dengan air. Dan yang ditenggelamkan bukan seluruh
badannya tapi hanya kepalanya saja, karena ada bekas cengkeraman tangan di
rambut Sang Chul.
Dan ditengah-tengah keseriusan itu, Detektif Joo masih
sempat mengasihani rambut Sang Chul yang dicengkeram, “Dasar orang jahat.
Padahal rambut Sang Chul kan sudah sedikit.” LOL.
Jung Woo menemukan garis merah antara kematian dua kakak
beradik itu, yaitu terbunuh karena air. Detektif Joo akhirnya menyadari itu
juga, karena Sang Deuk mati juga ada handuk basah di wajahnya.
Detektif Joo juga memberitahu kalau pihak forensik menduga
kalau mayat Sang Chul sudah ada di atap selama lebih dari satu hari, karena
seluruh tubuhnya sudah membeku (karena salju).
Betapa kagetnya Jung Woo mendengar itu, karena itu berarti
pelaku itu benar-benar menunggu kedatangannya dan baru melemparkan mayat Sang
Chul. Detektif Joo juga setuju akan keanehan ini, dan menduga kalau pelaku itu juga
tahu kalau Jung Woo akan datang ke RS Jaekyung. Detektif Joon ingat kalau Jung
Woo pernah mengatakan hal ini di rumah Harry, dihadapan Harry dan Zoe.
Jung Woo pun langsung teringat kalau sebenarnya nama rumah
sakit jiwa itu muncul saat Harry bertanya pada Mi Ran tentang rumah sakit itu.
Tapi ia berusaha mengenyahkan pikiran yang tak masuk akal itu.
Detektif Joo merasa kalau Jung Woo menyembunyikan sesuatu
dan meminta Jung Woo untuk memberitahukan padanya. Tapi Jung Woo mengatakan
kalau ia hanya kesal karena seharusnya ia bisa menangkap pelaku itu saat di
rumah sakit. Ia pun meminta Detektif Joo untuk segera pergi rapat, karena yang
lain telah menunggunya.
Dan saat sendiri, ia teringat pada apa yang ia tuliskan di
catatannya saat menginterogasi Bibi Choi. Semua kecurigaannya. Nasi, handuk basah, dan handphone.
“Tenggelam. Menyiksa dengan air, handuk basah.”
Bibi Choi tak menyangka akan dikunjungi oleh Jung Woo
secepat ini. Tapi ia sangat senang melihat kedatangan Jung Woo, karena ia sudah
merasa bosan dan ingin membersihkan semua tempat.
Jung Woo berjanji untuk membawakan buku saat ia datang lagi
karena kedatangannya kali ini sebenarnya tak direncanakan. Kali ini ia datang
berkaitan dengan kematian Kang Sang Chul, saudara Kang Sang Deuk, orang yang
dibunuh oleh Bibi Choi.
Jung Woo menunjukkan foto keluarganya dan sambil bercanda ia
berkata kalau anak yang paling tampan itu adalah dirinya. Namun kembali serius,
ia melanjutkan kalau foto keluarga itu ada di saku jas Sang Chul saat mati dan
ia menduga kalau pelakunya menaruh foto itu agar ia bisa melihatnya, “Dan aku
ingin tahu apakah Bibi mengetahui tentang hal ini.”
Tentu saja Bibi Choi tak tahu menahu tentang hal ini. Tapi
Jung Woo mengatakan kecurigaannya kalau sebenarnya Bibi Choi belum mengatakan
hal yang sebenarnya, “Aku tak yakin akan pernyataan bibi tentang handuk basah
dan handphone. Bibi juga berkata kalau bibi hanya makan nasi hangat setelah
membunuh. Tapi nasi di magic jar masih utuh. Kenapa bibi tak memakannya?”
Bibi Choi tergeragap, tak tahu bagaimana menjawabnya. Jung
Woo mengatakan kalau ia tak memberitahukan kecurigaan ini di dalam laporan
penyelidikan. Tapi ia yakin kalau pelaku yang menggungakan handuk basah dan
mengambil handphone itu bukanlah bibi Choi, “Pasti ada orang lain.”
Lagi-lagi Bibi Choi menjawab karena ia ingin membunuh Sang
Deuk dengan lebih cepat. Ia pura-pura marah dan beranjak pergi. Tapi Jung Woo
menahannya, memintanya untuk memahaminya,
“Penjahat itu melemparkan kakak Sang Deuk, si Sang Chul di
depan mataku dan mungkin aku adalah target selanjutnya. Bibi, kau harus
memberitahukan padaku. Bantu aku untuk menangkap pembunuhnya. Jika pembunuh
kedua orang itu adalah orang yang saja, maka ia adalah pembunuh berantai.
Karena kejahatan lain, mungkin akan terjadi. Kau tahu maksudku, kan?”
Bibi Choi termenung mendengar perkataan Jung Woo. Tentu saja
Bibi Choi tahu maksud Jung Woo tentang bagaimana cara kerja pembunuh berantai,
karena ia pun juga adalah pembunuh berantai.
Jung Woo sudah ada di dalam mobil, saat ia teringat ucapan
Bibi Choi yang akhirnya mengatakan kalau mungkin saja Lee Soo Yeon yang menjadi
pelakunya dan pertanyaan Bibi Choi padanya adalah, “Apakah kau sanggup memborgol
tangan Soo Yeon kalau ternyata ia adalah pelakunya?”
Dan pada saat itu, Jung Woo menjawab kalau ia akan mengambil
tangan Soo Yeon dan membawanya pergi, “Karena sebelum aku menjadi detektif, aku
adalah seorang pria.”
Bibi Choi mendesah dan bercerita kalau ia tak melihat wajah
orang itu. Tapi ia mendengar langkah kakinya, “Duk duktuk.. Duk duktuk.. Duk duktuk..
Dan aku mendengar suara sepatu Soo Yeon yang sama dengan suara itu.”
Jung Woo sudah sampai di depan butik Bellez dan melihat Soo
Yeon yang masih sibuk membenahi pajangan di butik. Ia teringat langkah kaki
yang digambarkan Bibi Choi dan kata-kata Bibi Choi kalau langkah kaki itu
terdengan feminin. Ia juga teringat alasan Bibi Choi tak mau mengatakan hal ini
karena ia mencurigai Lee Soo Yeon.
Soo Yeon mendapat SMS dari Jung Woo yang berisi : Zoe Lou, kau sangat keren!! Lihatlah keluar
jendela kalau kau sedang memikirkan seorang teman.
Soo Yeon pun langsung melongok ke arah luar dan melihat Jung
Woo yang melambaikan tangannya. Soo Yeon tersipu dan walau sedikit ragu, ia mengangkat tangan dan melambaikan
tangannya juga, balas menyapa.
Jung Woo tersenyum melihat betapa canggungnya Soo Yeon.
Dengan tangannya, Jung Woo mengisyaratkan agar Soo Yeon keluar menemuinya. Tapi
Soo Yeon melihat kiri dan kanan terlebih dahulu, sebelum menggeleng pelan dan
tangannya mengisyaratkan agar Jung Woo pergi.
Aww.. bisa nggak sih mereka nggak cute seperti ini jika
bertemu? Apalagi saat Jung Woo pun mengangguk paham dan melambaikan tangannya
lagi membuat Soo Yeon malu-malu membalas lambaian tangannya.
Jung Woo bergumam, berjanji pada Soo Yeon kalau ia akan
menangkap pelaku yang sebenarnya.
Jung Woo melambaikan tangannya sekali lagi, yang juga
dibalas oleh Soo Yeon. Ia pun menjalankan mobilnya pergi, dan Soo Yeon
sepertinya tak ingin berpisah karena ia buru-buru maju mendekati jendela hanya
untuk melihat mobil Jung Woo lebih lama lagi.
Eun Joo datang ke kantor polisi untuk membawakan baju bersih
untuk Jung Woo, walaupun ia sepertinya masih kesal karena ia tak ingin bertemu
dengan Jung Woo. Ia juga bertanya pada Detektif Joo, ingin tahu alasan Jung Woo
meninggalkan rumah.
Detektif Joo juga tak tahu alasan sebenarnya. Tapi ia
menduga kepergian Jung Woo karena seorang gadis. Eun Joo kaget mendengar dugaan
Detektif Joo dan bertanya gadis yang mana? Detektif Joo menceritakan tentang
Zoe yang pernah dilihat oleh Eun Joo, yang menurut Jung Woo adalah Soo Yeon.
Sebenarnya Detekif Joo ingin mencegah Jung Woo untuk
mendekati Zoe karena Zoe sudah punya pacar. Apalagi Jung Woo dan Zoe
berpegangan tangan dan bertukar kode lampu jalan, rumah dan 280 langkah.
Tentu saja Eun Joo kaget mendengar kata-kata itu, karena ia
pun tahu kata-kata itu adalah yang ia baca dari buku harian Soo Yeon.
Tak hanya Eun Joo yang kaget, Detektif Joo pun kaget. Jika
Zoe adalah Soo Yeon, mengapa sidik jarinya tak cocok dengan Soo Yeon? Melihat
Eun Joo bingung, Detektif Joo menjelaskan ketika Zoe ditahan sebagai tersangka
pembunuh Sang Deuk, mereka telah memeriksa sidik jari Zoe. Dan sidik jari itu tak
cocok dengan sidik jari Soo yeon.
Jung Woo pergi ke kantor ayahnya, namun ayahnya tak ada di
sana. Pada Sekretaris Yoon, ia berkata kalau ia akan menunggu ayahnya. Tapi Sekretaris Yoon yang
sedari tadi mengikutinya, malah menyuruhnya untuk segera pergi. Tentu saja Jung Woo tak
mau, “Aku akan menunggunya. Aku ini anaknya.”
Tapi Sekretaris Yoon meminta Jung
Woo untuk menunggu di luar saja. Tentu saja hal ini membuat Jung Woo kesal. Ia
mengeluarkan kartu identitasnya dan menunjukkan ke muka Sekretaris Yoon, “Aku
ini polisi.”
Dan Sekretaris Yoon pun tak bisa berbuat apa-apa melihat
kartu Jung Woo, membuat Jung Woo semakin kesal dan ia pun menggerutu, “Ternyata
menjadi polisi lebih baik dibandingkan menjadi anaknya. Hebat!”
Ternyata Tae Joon mendatangi RS Jaekyung walau dokter
sekutunya memintanya untuk segera pergi, karena sewaktu-waktu polisi bisa
datang kemari. Tapi Tae Joon tak peduli dan malah meminta sekutunya itu untuk
pergi.
Setelah sendiri, ia melihat-lihat ruangan dan terkejut
menyadari ada sebuah gambar yang tergambar di tembok. Gambar yang pernah ia
lihat di tembok tempat Hyung Joon tinggal, 14 tahun yang lalu.
Ahh.. ternyata bukan Tae Joon yang membuat gambar itu di
kamar 302. Saya pikir Tae Joon yang melakukannya untuk menarik perhatian Hyung
Joon yang dicurigai akan datang untuk mencari ibunya.
Tae Joon geram melihat gambar itu dan pada Hyung Joon.
Dan yang berikutnya terjadi adalah Hyun Joo (ibu Hyung Joon)
dibawa pergi oleh Tae Joon.
Jung Woo menunggu di dalam ruang kerja ayahnya sementara
Sekretaris Yoon tetap berada di sisinya. Harry muncul dan kaget melihat Jung
Woo, begitu pula Jung Woo.
Sekretaris Yoon berkata kalau atasannya sedang tak ada di
rumah. Harry menjawab kalau ia sudah memiliki janji dengan Tae Joon, dan
meminta Sekretaris Yoon untuk menjadwal ulang pertemuannya nanti dan
menghubunginya untuk memberitahu jadwal barunya. Dan ia pun langsung pergi.
Jung Woo buru-buru bangkit dan berkata kalau Sekretaris Yoon
tak perlu menghubunginya, karena toh ia akan akan datang kemari.
Jung Woo mengejar Harry dan sambil menjajari langkahnya, ia
bertanya mengapa Harry tetap ingin bekerja sama dengan ayahnya padahal Harry
sendirilah yang meminta investigasi dilakukan pada bank ayahnya. Harry menjawab
kalau bisnis adalah bisnis. Ia telah melakukan perjanjian itu sebelum laporan
pemalsuan nama rekening muncul.
Jung Woo menyarankan Harry untuk keluar dari perjanjian
selagi sempat. Tapi Harry menganggap perjanjian itu masih menguntungkan
karena ia tak akan mau melakukan sebuah bisnis jika ada masalah.
Saat berjalan di parkiran yang sepi, dan mereka tak lagi
bercakap-cakap, ia mendengar derap langkah Harry yang mirip dengan derap
langkah yang digambarkan Bibi Choi. Duk
duktuk.. duk duktuk..
Harry pun menyadari kalau Jung Woo memperhatikan kakinya
yang pincang. Dengan dingin ia bertanya apakah Jung Woo belum pernah melihat
orang cacat?
Jung Woo tersenyum dan menggeleng, membantahnya. Ia ingin
tahu mengapa tongkat Harry menimbulkan suara, padahal biasanya tongkat seperti
itu beralaskan karet sehingga tak mengeluarkan bunyi.
Harry mengacungkan tongkatnya ke depan wajah Jung Woo dan
menjawab kalau Soo Yeonlah yang membuat tongkat ini dan menyuruh Jung Woo untuk
bertanya sendiri pada Soo Yeon, “Kau kuberi kesempatan sekali lagi untuk
bertemu dengannya.”
Seakan terpana mendengar kata-kata Harry yang akan memberinya
satu kesempatan lagi, ia berkata pada Harry kalau ia tak dapat mengucapkan
terima kasih karenanya, “Karena jika Soo Yeon berkata tidak (untuk tak
menemuiku), maka ucapanmu hanyalah sia-sia saja.”
Ia pun berkata kalau ada satu hal yang ia suka dari Harry,
“Kau selalu mengatakan hal ini : Apapun
yang Soo Yeon mau. Jika itu hanya kata-kata belaka, maka aku akan sangat
marah. Kau tak tahu kan kalau aku juga menakutkan saat aku marah?”
Jung Woo pun mengajak Harry untuk minum bersama. Namun Harry
bertanya balik, apakah nanti Jung Woo akan marah jika ia tak minum? Seakan menyindir
Harry, Jung Woo menjawab kalau ia adalah pria. Tak mungkin pria marah hanya
karena urusan ditolak minum.
Dan Jung Woo pun tersenyum ceria, membuat Harry kesal walau
ia berusaha menutupinya dengan senyum.
Di rumah Tae Joon terjadi kehebohan. Mi Ran kesal karena Tae
Joon membawa wanita itu, Hyun Joo ke dalam rumah. Tapi Tae Joon bersikeras dan
malah menyuruh Mi Ran untuk mengusir semua orang dari rumah, karena ia tak
ingin ada gosip yang menyebar di luaran. Mi Ran tentu saja tak mau karena
berarti urusan domestik, harus ia kerjakan sendiri.
Tapi Tae Joon mengatakan kalau Hyung Joon baru saja membunuh
orang dan ia tak tahu apa yang dilakukan oleh Hyung Joon lagi. Maka akan lebih
baik jika Hyun Joo berada di dekat mereka, “Jika Hyung Joon tahu kalau ibunya
ada pada kita, ia tak akan bisa berbuat seenaknya.”
Di ruang tengah, Ah Reum menatap Hyun Joo dan heran mengapa
wajahnya mirip, apalagi senyum Hyun Joo sangat mirip sekali.
Di mobil Harry, karena Jung Woo tak menyetir, ia memiliki
waktu untuk melihat-lihat tongkat Harry. Ia membaca tulisan di tongkat itu, dan
langsung tahu artinya. Hyung Joon bertanya apakah Jung Woo bisa berbahasa
Perancis? Jung Woo merendah dan menjawab kalau kosakatanya hanya cukup untuk
membeli roti di Perancis.
Hyung Joon berkomentar kalau sepertinya Jung Woo memiliki
banyak kelebihan kecuali untuk minum. Jung Woo mengatakan kalau ia lebih pintar
lagi dalam menginterogasi. Dan iapun bertanya pada Harry, kapan pertama kalinya
Harry bertemu dengan Soo Yeon.
Harry malah bertanya mengapa Jung Woo menanyakan itu terus
padanya, bukankah bertemu Soo Yeon sudah cukup bagi Jung Woo? Jung Woo menjawab
kalau ia memang telah menemukan Soo Yeon, tapi Harry lah yang masih bersikeras
kalau Soo Yeon itu adalah Zoe.
Tiba-tiba Ah Reum menelepon dan mengatakan kalau Tante Jung
Woo datang ke rumah. Ia tahu karena Tante Jung Woo itu mirip dengan Jung Woo
dan sangat cantik.
Jung Woo mulanya menganggap semua yang dikatakan Ah Reum
omong kosong tapi Ah Reum berkata kalau katanya Tante itu adalah adik kandung
dari ibu Jung Woo. Tentu saja hal ini membuat Jung Woo terkejut.
Harry mulai curiga pada pembicaraan Jung Woo saat Jung Woo
bertanya pada Ah Reum, “Tante yang mana?” dan “Wajahnya seperti orang yang tak
normal?” Ia pun mulai menduga-duga, menghubungkan pada ibunya sendiri.
Soo Yeon terkejut melihat kedatangan Harry dan Jung Woo
bersama-sama. Harry berkata pendek, menjelaskan kalau Jung Woo mengajaknya
minum Dan Harry sepertinya ingin segera masuk karena ia juga berkata kalau ia
akan berganti baju dan akan membiarkan Jung Woo dan Zoe bercakap-cakap.
Jung Woo sedikit heran dengan perilaku Harry yang tiba-tiba
berubah. Namun ia tak menampakkan keheranannya pada Soo Yeon yang bertanya apa
yang sedang Jung Woo lakukan di sini. Ia malah menjawab kalau ia takut Soo Yeon
akan meninggalkannya lagi jika ia ingin mengajak Soo Yeon minum, maka ia langsung
masuk saja ke dalam rumah .
Soo Yeon tahu kalau Jung Woo membual karena Jung Woo tak dapat minum dengan baik. Tapi Jung Woo
tak khawatir, karena kalau ia mabuk maka ia akan tidur di kamar Soo Yeon saja.
Dan dengan jahil, ia melirik ke atas, mencari-cari, “Kamarmu itu..”
“Han Jung Woo!” seru Soo Yeon, refleks memukul perut Jung
Woo membuat Jung Woo mengaduh kesakitan.
Tapi Jung Woo hanya berpura-pura, walaupun ia tetap berkata,
“Maka dari itu, lihatlah kepadaku saja. Awasi aku hingga aku tak dapat mabuk.”
Soo Yeon menunduk, lagi-lagi tersipu. Tapi kali ini Jung Woo
berkata lebih serius dan menyentuh pundak Soo Yeon, “Pergi dan lihatlah Harry.
Kelihatannya ia seperti cemas akan sesuatu.”
Dugaan Jung Woo benar, karena di dalam kamar Harry menatap
foto ibunya dan teringat ucapan Jung Woo di telepon. Ia menghubungi teman
chattingnya dan bertanya apakah sesuatu terjadi di rumah Tae Joon? Ia menyuruh
temannya untuk mendatangi rumah Tae Joon karena ia mendengar Tae Joon membawa
tante Jung Woo ke dalam rumah. Ia ingin memeriksa apakah wanita yang datang itu
adalah ibunya.
Soo Yeon mengetuk pintu kamar Harry dan Harry memasang wajah
senyumnya lagi dan berkata kalau ia lama di dalam kamar karena mencari sweater
yang tak ketemu. Soo Yeon pun masuk dan mencarinya. Seakan ingin membuat Jung
Woo marah dan menunjukkan kalau Zoe adalah miliknya, Harry menutup pintu dengan
menghempaskannya cukup keras sehingga terdengar oleh Jung Woo.
Tapi Jung Woo tak marah. Ia hanya sedikit menggerutu
mengingat temperamen. Sambil menunggu pemilik rumah keluar, ia bermain bilyar
sendirian. Dan ia pun bertanya-tanya, apa ia perlu taruhan dengan Harry melalui
bilyar?
Jung Woo terpaku mendengar suara langkah Harry. Dan diikuti
pula oleh langkah Soo Yeon yang memakai sepatu berhak tinggi. Ia mendengar
perbedaan di antara kedua langkah itu.
Harry memecah keheningan dengan mengajaknya bertaruh karena
melihat Jung Woo juga mahir bermain bilyar. Tapi Soo Yeon malah mengajak minum
soju saja dan ia akan menyiapkan makanan kecil karena soju enak diminum saat
perut kosong.
Jung Woo mengusap perutnya yang tadi dipukul oleh Soo Yeon,
membuat Soo Yeon tersenyum. Harry yang tak mengerti ada guyonan rahasia di
antara Soo Yeon dan Jung Woo hanya berkata kalau Soo Yeon sekarang adalah
maniak soju.
Jung Woo memperhatikan langkah Soo Yeon dan Harry yang
menjauhinya. Dan ia bisa memastikan kalau langkah Soo Yeon tidak Duk duktuk.. Duk duktuk.. seperti yang digambarkan Bibi Choi. Dan ia pun
memanggil Soo Yeon dang mengacungkan jempolnya, “Zoe.. Sepatumu cantik.
Nilainya 100 dari 100!”
Soo Yeon tersenyum mendengar pujian itu, tapi tidak dengan Harry.
Duduk semeja bertiga, Jung Woo sudah minum hingga gelas
keempat. Dan degan bangga ia berkata pada Soo Yeon kalau ia telah minum 4
gelas. Soo Yeon menyuruh Jung Woo untuk minum perlahan-lahan saja, karena apa
bagusnya pintar minum?
Jung Woo menjawab kalau itu adalah hal yang bagus. Ia teringat pada ibu Soo Yeon saat berkata, “Saat cintaku minum-minum sendirian, aku merasa sangat sedih.”
Soo Yeon melirik Harry yang tentu saja tak tahu siapa sebenarnya Cintaku yang dimaksud oleh Jung Woo. Jung Woo ingin menunjukkan pada Soo Yeon apa yang ia dapatkan tadi siang. Lagi-lagi Soo Yeon melirik Harry, cemas kalau Harry akan marah.
Dan Jung Woo pun menyadarinya. Sebelum menunjukkan gambar di
handphone itu pada Soo Yeon, ia menunjukkan pada Harry terlebih dahulu. Tapi
hanya sepersekian detik, dan kemudian menunjukkan gambar itu dengan lebih
lamaaaa sekali pada Soo Yeon. LOL.
“Lucu, kan?” kata Jung Woo.
“Lucu, kan?” kata Jung Woo.
Soo Yeon pun juga mengakui gambar itu lucu, apalagi anak itu
menggenggam erat tangan ibunya. Jung Woo pun menambahkan kalau ibunya bahkan
memakai kalung di lehernya. Kalung itu yang membuat Soo Yeon mengerutkan
kening, karena kalung itu persis yang ia kenakan sekarang, yaitu kalung
pemberian Harry.
Tanpa sadar ia meraba bandul yang ada di dadanya dan melirik Harry. Tapi wajah Harry tak mencerminkan satu ekspresi apapun. Bahkan saat Jung Woo kembali menunjukkan gambar itu padanya.
Harry malah mengambil laptopnya dan bertanya pada teman itu, apakah ia sudah dapat menemukan wanita yang ada di rumah Jung Woo. Teman itu bertanya, jika wanita itu adalah ibu Hyung Joon, maka apa yang harus ia lakukan?” Harry tak menjawab.
Jung Woo melihat ekspresi wajah Harry yang tak wajar dan bertanya apakah ada masalah, tapi Harry masih menjawab kalau ia baik –baik saja. Jung Woo dan Soo Yeon hanya berpandangan, dan memilih membiarkan Harry sendiri.
Harry menulis kalau Ibunya ada di tangan Tae Joon, dan Jung Woo ada dalam pandangannya, “Periksa kondisi ibu dan aku akan membuat semuanya merasa sama.”
Lagi-lagi Jung Woo mendapat telepon dari Ah Reum yang menghubungi karena akan mengirim foto Tantenya. Harry yang penasaran, bertanya pada Jung Woo, “Kenapa wajahmu seperti itu?”
Jung Woo berkata kalau adiknya akan mengirimkan foto tantenya. Dan iapun menceritakan kalau sebenarnya ibunya telah meninggal sejak ia kecil, “Dan sepertinya sejak kedatangan ibu tiriku, semua foto ibu disingkirkan. Jadi aku tak memiliki satu fotopun dan aku tak tahu bagaimana wajah ibuku.”
Pada Soo Yeon, ia berkata kalau menurut Ah Reum, tantenya itu mirip dengannya, membuat Soo Yeon tersenyum. Tapi buru-buru senyum itu ia hapus dari wajahnya, takut kalau Harry marah.
Terdengar suara SMS masuk ke handphone Jung Woo.
Tapi Harry tak memikirkan tentang Soo Yeon dan Jung Woo. Ia memikirkan kalau ia kemarin pernah menunjukkan foto ibunya pada Soo Yeon. Jika benar tante itu adalah ibunya, dan Jung Woo menunjukkan foto itu pada Soo Yeon, maka semua rahasianya akan terbongkar.
Jung Woo melihat foto Tantenya dan tersenyum karena tantenya itu memang cantik. Hyung Joon akan mengulurkan tangan, ingin melihat foto itu, tapi Jung Woo malah bergeser. Jung Woo bergeser untuk duduk bersebelahan dengan Soo Yeon di lantai, ingin menunjukkan pada Soo Yeon.
Hyung Joon menatap tangan Jung Woo yang sudah terulur, hingga foto di handphone itu akan terlihat.
Tanpa pikir panjang, Hyung Joon meraih tongkatnya dan memukulkan tongkat itu ke tangan Jung Woo, hingga handphone itu terlepas.
Tangan Jung Woo yang terpukul pun langsung jatuh, menimpa Soo Yeon yang ikutan terjatuh. Buru-buru Jung Woo menjatuhkan diri dan tangan satunya menahan kepala Soo Yeon agar tak terbentur lantai.
“Jung Woo ya..” erang Soo Yeon kesakitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar