Melihat ada seorang wanita di dalam mobil yang baru saja
keluar dari gerbang, Ibu memicingkan mata, ingin melihat dengan lebih jelas
wanita itu.
Zoe buru-buru menyembunyikan wajahnya. Tapi ia tak kuasa
untuk tak melihat ibunya. Semakin ibu mendekat, semakin Zoe menjadi Soo Yeon.
Ia pun mengangkat wajahnya.
Ibu tersentak melihatnya. Tak butuh waktu lama baginya untuk
dapat melihat siapa sebenarnya gadis itu. Dan ketika ibu menyentuh kaca
mobilnya, Soo Yeon tak tahan lagi untuk tak menatap ibu yang tak pernah ia
lihat selama 14 tahun ini.
Soo Yeon memalingkan mukanya lagi, kali ini menatap
ibunya, sambil menangis.
“Apakah kau tak tahu siapa aku?” tanya ibu takut Soo Yeon
tak mengingatnya. “Apakah kau tak mengenaliku? Aku ibu Soo Yeon. Soo Yeon..”
Soo Yeon keluar dari mobil dan meminta ibu untuk masuk ke
dalam mobil. Ibu pun mematuhi permintaan Soo Yeon, dan ia berjalan tanpa
melepaskan pandangannya dari Soo Yeon, seakan takut putrinya menghilang lagi.
Jung Woo dan Harry masih bertatapan, dan mungkin akan
selamanya jika tak ada Detektif Joon yang masuk dan memberitahukan kalau Zoe
Lou dicekal untuk pergi keluar negeri. Harry yang mendengarnya sangat kaget dan
marah dan bertanya, bukankah Zoe telah dilepaskan kemarin?
Jung Woo mencoba menjelaskan, tapi Detektif Joon menyelanya
dan mengatakan kalau Zoe Lou masih menjadi tersangka. Jung Woo mencoba
menenangkan Harry kalau setelah polisi menangkap pelakunya, Zoe akan dilepaskan
saat itu juga.
Tapi Harry tetap marah dan mengatakan kalau ia akan
berkonsultasi dengan pengacaranya.
Detektif Joon heran pada Jung Woo yang sangat menjaga
perasaan Harry. Menurutnya menyukai seseorang bukanlah sebuah dosa. Jung Woo
tak memberi jawaban apapun.
Atasan Jung Woo datang dan mengatakan surat pengantar untuk
mencari alamat IP telah jadi, dan ia menyuruh Detektif Joon untuk pergi ke
bagian informatika segera untuk mendapatkan alamat IP itu. Detektif Joon kesal
tapi ia tetap pergi juga.
Sementara pada Jung Woo, atasannya memberitahu kalau nomor
pertama yang ditelepon Sang Deuk setelah Ia mencopet handphone itu dari Zoe adalah
nomor telepon ayah Jung Woo. Bukan kakaknya Sang Chul ataupun Jung Woo,
“Mengapa juga ia menelepon ayah korban sesaat setelah ia keluar penjara?
Terutama setelah 14 tahun berlalu, bagaimana mungkin ia tahu handphone pribadi
seseorang seperti ayahmu?”
Jung Woo terkejut dan teringat perkataan pemilik restoran
yang mengatakan kalau Sang Deuk menelpon seorang Presiden Direktur.
Atasan Jung Woo tahu kalau tak mengenakkan bagi Jung Woo untuk
menemui ayahnya. Tapi menurut Jung Woo, ia yang akan melakukannya, “Karena aku
sendiri juga penasaran, ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.”
Jung Woo bersiap untuk pergi, tapi terdengar suara gemetar
yang bertanya, “Ayah? Jadi.. kau adalah anak seorang presdir bank itu?” tanya
Detektif Joon lebay, yang ternyata selama ini bersembunyi di bawah meja.
Jung Woo tak mengatakan apapun, hanya berlalu pergi.
Detektif Joon mencoba mengejarnya, tapi atasan Jung Woo menarik jaket Detektif
Joon dan mencubit dan meremas mulutnya, “Tutup mulutmu, oke?” perintah
atasannya.
LOL, setelah dicubit sekian lama, Detektif Joon hanya bisa
terdiam. Jangan-jangan mulutnya tak bisa berubah, dan tetap mencong seperti
itu.
Harry masih ada di lapangan parkir dan marah saat pengacaranya
mengatakan kalau ia tak bisa berbuat apapun karena ia juga baru saja tahu. Tapi
pengacaranya juga bertanya, mengapa Zoe belum menemuinya? Apakah Zoe sekarang
bersama dengan Harry?
Kemarahannya berubah menjadi kekhawatiran. Ia segera membuka
komputernya dan memeriksa CCTV. Dan ia melihat Soo Yeon masuk rumah bersama
seorang wanita.
Ibu ragu-ragu saat masuk dan melihat rumah Soo Yeon sebesar
ini. Refleks ia melepaskan sepatu, tapi melihat Soo Yeon masuk tanpa melepas
sepatu, ibu menjadi bingung. Apakah ia harus melepaskan sepatu?
Tapi ibu memang
wanita Korea. Ia memilih melepaskan sepatu dan meletakkan di dekat tangga,
karena tak ada rak sepatu di depan pintu lift.
Ibu mengamati Soo Yeon dari ujung kaki ke ujung rambut, tapi
Soo Yeon mencoba bersikap dingin dan meminta ibu untuk bicara dan mengungkapkan maksud kedatangannya.
Ibu tersenyum canggung, dan bingung harus berkata apa. Akhirnya,
walau air matanya mengalir turun, tapi ia memaksakan senyum pada Soo Yeon dan memuji
kuku Soo Yeon yang sangat cantik.
Mendengar pujian itu, Soo Yeon malah malu seakan rendah
diri, dan menyembunyikan kuku-kukunya. Ia tak berani memandang ibu yang masih tetap
menangis namun memuji kulitnya yang halus dan bahkan berkata, “Sepertinya kau tak
banyak menderita sekali hidup di suatu tempat di sana. Tangan dan rambutmu juga
tampak cantik.”
Pertahanan Soo Yeon jebol dan ia menangis mendengarnya. Ibu pun juga
menangis apalagi mendengar Soo Yeon tiba-tiba berkata berulang-ulang, “Akulah
yang bersalah.. akulah yang bersalah.”
Dan ingatan ibu kembali 14 tahun yang lalu, saat ia memukuli
Soo Yeon, menyuruhnya untuk mati bersamanya dan Soo Yeon memohon-mohon kalau
ialah yang bersalah. Dan itu membuat tangisnya pecah.
“Kesalahan apa yang telah kau lakukan?” ibu segera berlutut
dan menggenggam tangan Soo Yeon, menangis menyesali semua yang terjadi, “Kau
adalah gadis yang kuat. Kau tetap hidup walau apapun yang telah terjadi. Kau
masih hidup. Itulah yang terpenting.”
Soo Yeon semakin menangis tersedu-sedu dan memohon pada
ibunya, “Ibu.. aku tak dapat kembali. Aku.. tak ingin kembali menjadi Lee Soo
Yeon lagi.”
Ibu terpana mendengarnya. Tapi ia tahu kalau sangat konyol
baginya jika ia mencoba untuk meminta Soo Yeon kembali walau ia tak sanggup
menghidupi Soo Yeon dengan berkecukupan. Maka, ia tersenyum menenangkan kalau
Soo Yeon tak perlu kembali, “Jangan kembali. Tak ada.. tak ada yang tahu
bagaimana ayahmu, kan? Tak ada orang yang tahu ‘mimpi buruk’ apa yang telah kau
alami?”
Soo Yeon menggeleng, memastikan kalau tak ada yang tahu. Mendengar
kepastian itu, ibu menguatkan diri, bangkit dan berkata,
“Oke.. Aku.. aku tak
pernah menemuimu. Anakku Soo Yeon sudah mati. Tak ada yang tahu, kan? Jadi
semuanya tak masalah.. kau jangan kembali. Jangan kembali.”
Ibu buru-buru pergi ke ruang lift, dan memencet tombolnya.
Soo Yeon kaget melihat reaksi ibu.
Ia memanggil ibu, tapi ibu segera masuk ke dalam lift dan melambaikan
tangannya, mengisyaratkan pada Soo Yeon untuk tak mengikutinya, “Jangan
kembali.. jangan kembali.”
Dan pintu lift pun tertutup meninggalkan Soo Yeon yang
terduduk lemas dan sepatu ibu yang lupa dipakai. Soo Yeon menangis
tersedu-sedu.
Ibu pergi, tak menyadari ia hanya memakai kaos kaki saat
menapaki jalan yang beselimut salju. Namun ia teringat sesuatu, “Jung woo.. Bagaimana
dengan Jung Woo-ku?”
Ibu terduduk lemas, menyadari restunya pada Soo Yeon untuk
tak kembali akan membuat Jung Woo-nya terluka. Tapi jika Soo Yeon kembali, maka
Soo Yeon lah yang akan terluka. “Jung Woo.. Apa yang harus kulakukan?”
Ia menyayangi putri kandungnya, Soo Yeon, tapi ia pun juga
menyayangi putra yang sekarang ia miliki, Jung Woo. Bagai mendapat buah
simalakama, ibu hanya bisa menangis menyesali apa yang sudah terjadi.
Soo Yeon melihat sepatu ibu masih tergeletak di sana,
membuat ia khawatir. Tanpa pikir panjang ia berlari keluar rumah, tak menyadari Hyung Joon datang
dan langsung pergi saat ada taksi lewat.
Tae Joon membaca dokumen laporan polisi tentang penangkapan
Zoe dan membaca kalau Zoe adalah yatim piatu. Sekretarisnya Yoon menambahkan kalau orang tua
mereka meninggal karena kecelakaan dan diasuh oleh seorang wali dan Sekdir Nam
berkata kalau ia sedang menyelidiki hubungan pribadi antara Harry dan Zoe.
Tapi bertanya apa sekretarisnya itu masih percaya pada
Sekdir Nam? Ia menduga kalau Harry Borrison pasti membuat identitas baru, “Cari
tahu tentang kehidupan Harry dan wanita itu sebelum mereka diadopsi dan undang
mereka ke rumah untuk membuat perjanjian investasi. Aku ingin melihat dari
dekat orang seperti apa mereka itu.”
Di lobi kantor, Jung Woo sudah menunggu kedatangan dan ingin
berbicara sebentar padanya. Tapi Tae Joon tetap berjalan membuat Jung Woo
memanggilnya, “Ayah.” Tae Joon hanya menjawab singkat, “Anakku telah mati.
Jangan pernah muncul di hadapanku lagi.” Dan Tae Joon pun berlalu pergi.
“Kau bahkan bisa menelepon Kang Sang Deuk selama 5 menit
tapi kau tak dapat memberikanku waktu satu menit saja?” tanya Jung Woo
menghentikan langkah ayahnya. Tae Joon berbalik dan Jung Woo pun bertanya
padanya, “Apakah Sang Deuk mengancam dan memerasmu untuk uang?”
“Bagaimana mungkin orang rendahan seperti dia bisa
mengancamku?” tanya Tae Joon sombong.
Tapi itulah inti pertanyaan Jung Woo, “Lantas bagaimana
mungkin orang yang ditelepon Kang Sang Deuk pertama kali setelah 14 tahu di
penjara adalah ayah?” Tae Joon terdiam tak bisa menjawab, maka Jung Woo pun
melanjutkan, “Aku harus melaporkan ini pada manajeman, jadi ayah
memberitahukanku alasannya.”
Tae Joon marah mendengarnya dan ia menampar dan Jung Woo
dengan amplop yang ia pegang sehingga amplop itu terjatuh. Dan Jung Woo melihat
isi amplop itu.
Tapi Tae Joon sudah emosi dan mengatai-ngatai Jung Woo yang
dianggapnya sebagai polisi yang tak becus. “Kenapa harus memberitahukan padamu?
Polisi dari dulu sampai sekarang sama saja. Kalian para polisi masih tak dapat
menemukan Lee Soo Yeon walau sudah berusaha setengah mati.”
Jung Woo tersenyum menatap ayahnya, “Lee Soo Yeon.. akhirnya
ayah mengakui kalau Lee Soo Yeon belum mati. Polisi yang memberikan laporan ini
pada ayah, tak semua polisi seperti itu. Jika ayah tak mau berbicara padaku,
aku akan mengirimkan orang lain untuk memeriksa ayah besok pagi. Bersiaplah.”
Jung Woo berbalik dan pergi. Tapi ia berhenti saat ayahnya
mengatainya lagi, “Anak gila.”
Maka ia berbalik marah dan mengatakan kalau ia belum gila.
Ia masih menyimpan pertanyaan tentang siapa yang membakar gudang tempat ia dan Soo Yeon disekap. Ia juga
menyimpan pertanyaan tentang handphone yang seharusnya juga ikut terbakar,
mengapa malah ada di laci ayahnya. Ia yakin kalau Soo Yeon masih tapi kenapa
ayah malah mengatakan kalau ia sudah mati?
“Dan aku selalu bertanya-tanya,
apakah yang ayah lakukan itu memang demi kebaikanku? Jika aku sudah gila, maka
aku akan datang pada ayah dan bertanya tentang alasan ayah sebenarnya.”
Tae Joon tak dapat menjawab, malah berbalik pergi. Jung Woo
melihat kepergian ayahnya, tak mengejarnya.
Ia mencoba menenangkan perasaannya.
Dan handphonenya berbunyi. Dari Eun Joo.
Jung Woo pulang ke rumah dan melihat ibu duduk di kamarnya
dengan mabuk dan kakinya kotor dan beku karena kedinginan. Ia langsung
mengambil handuk dari tangan Eun Joo dan menggantikannya membersihkan kaki ibu.
Tapi ibu masih tetap minum dan mabuk.
Eun Joo mengambil botol dari tangan ibu, dan mengatainya
pemabuk. Jung Woo memeluk ibu dan meminta Eun Joo untuk tak mengatai ibu
seperti itu.
Tapi ibu malah berdiri dan membuka lemari Jung Woo dan
melemparkan semua baju-bajunya. Eun Joo mencoba menahan ibu dan memberitahu
alasan ibu mabuk karena ibu menyadari kalau gadis itu bukanlah Soo Yeon.
Jung
Woo menyadari kalau itu berarti ibu sudah bertemu dengan Zoe. Ia langsung berdiri dan meminta Eun Joo untuk menunggunya di luar.
Di dalam, Jung Woo mengakui kalau semua ini adalah
kesalahannya karena ia belum dapat menemukan Soo Yeon. Ibu hanya perlu
memukulnya seperti waktu ia remaja dulu. Ibu pun memukul Jung Woo namun pukulan
itu tak bertenaga, dan ibu malah menangis. Jung Woo meminta ibu untuk memukulnya
keras-keras seperti dulu lagi.
Tapi ibu malah semakin menangis memeluk Jung Woo, “Jung
Woo.. apa yang harus kulakukan sekarang? Apa yang harus kulakukan?”
Dan ibu pun terjatuh dan menangis di lantai. Jung Woo pun
memeluk ibu dan menepuk-nepuk punggungnya, “Karena kita sudah menunggu cukup
lama, mari kita tunggu lebih lama lagi. Menangislah. Dan sebagai gantinya,
ketika aku ingin menangis, berjanjilah untuk tetap berada di sisiku, ya?”
Jung Woo pun terus menepuk-nepuk punggung ibu,
menenangkannya.
Malam harinya, Jung Woo pergi membeli obat dan berpesan pada
Eun Joo untuk tak membangunkan ibu. Di tangga ia melihat tulisan Aku merindukanmu milik Soo Yeon.
Dan ia
berkata pada tulisan itu dan tersenyum dengan bersemangat, “Zoe? Aku.. paling
menyukai Lee Soo Yeon!”
Soo Yeon berjalan menuju rumahnya. Dan melihat lampu jalanan
mulai berkedip-kedip, hatinya menjadi bimbang. Ia ingin berbalik pulang. Tapi
ia juga melihat Jung Woo datang. Buru-buru ia menyembunyikan diri.
Ia mengintip Jung Woo yang berdiri di bawah lampu dan mulai
menghitung lampu itu untuk mati, “Lima.. empat.. tiga.. dua..” dan ia
mengacungkan telunjuknya, “..satu!” Tapi lampu itu tidak mati, hanya meredup.
Jung Woo kesal melihatnya, “Ahh.. kenapa kau juga memberiku masalah? Apaka kau
adalah Lee Soo Yeon? Ini semua adalah salahmu. Soo Yeon terlalu takut datang
kemari karena kau selalu berkedip-kedip seperti itu. Bukankah ia telah
mengatakan padamu kalau berkedip-kedip sepertiitu lebih menakutkan daripada tetap
gelap?”
Soo Yeon tersenyum mendengar omelan Jung Woo yang kali ini
menunjuk-nunjuk lampu itu, memerintahkannya untuk berlaku benar. Soo Yeon
tersenyum geli melihat lampu itu sepertinya patuh pada Jung Woo dan sekarang
menyala terang.
Ia buru-buru bersembunyi, melihat Jung Woo berlari ke
arahnya. Dan ia pun mengikuti Jung Woo pergi.
Jung Woo ternyata pergi ke taman bermain mereka dan
mengintip Jung Woo yang bermain jungkat-jungkit sendiri. Jung Woo pergi dari
satu sisi, ke sisi lainnya. Soo Yeon hampir berteriak melihat Jung Woo yang
akan terjatuh.
Saat Jung Woo sudah berdiri di tengah dan kedua kakinya mulai
berjungkat-jungkit, tanpa sadar Soo Yeon tersenyum dan membentangkan tangannya
seperti Jung Woo dan kakinya pun mulai mengikuti irama jungkat-jungkit kaki
Jung Woo.
Tiba-tiba Jung Woo turun dan berlari ke arahnya. Soo Yeon
panik dan menyembunyikan diri. Ternyata Jung Woo tak melihatnya, ia hanya
menghampiri ayunan dan mengayunkan ayunan kosong itu dan tersenyum.
Air mata di
mata Soo Yeon sudah merebak, karena ia tahu apa yang membuat Jung Woo tersenyum,
Jung Woo pernah mengayunkannya saat remaja dulu.
Tiba-tiba ada suara handphone berbunyi. Soo Yeon bersembunyi
lagi dan buru-buru mengeluarkan handphonenya. Tapi ternyata tak hanyahandphonenya
yang berbunyi, tapi handphone Jung Woo. Ternyata alarm mereka berbunyi. Dan
bunyinya adalah lagu Magic Castle, lagu yang sering dinyanyikan Jung Woo di
karaoke bar yang kurang lebih liriknya seperti ini: Tak
masalah jika kau membenciku. Jadi bisakah kau memikirkanku satu menit saja
setiap harimu.
Soo Yeon mendengar Jung Woo menyanyikan lagu itu, dan ia pun
menangis. Jung Woo masih tak menyadari ada penonton yang melihatnya, dan ia pun
menyanyi sepenuh hati (tapi nadanya tak penuh). Saat lagu berakhir, ia
menirukan suara mesin karaoke yang akan memberikan skor menyanyinya.
Tapi pada saat itu, ia melihat Soo Yeon. Ia melihat Soo Yeon
yang juga melihatnya, memilih untuk pergi secepatnya. Jung Woo kaget melihat sosok Soo
Yeon dan segera membuntutinya.
Soo Yeon tak menyadari kalau Jung Woo berjalan di
belakangnya karena ia sibuk menenangkan hatinya yang kacau. Saat melihat taksi
lewat, Soo Yeon segera memberhentikan dan masuk ke dalamnya.
Jung Woo mencoba mengejarnya, tapi taksi itu sudah pergi. Tapi
Jung Woo tak kecewa, ia tersenyum dan menggumamkan nama gadis itu, “Soo Yeon ah…”
Hmm… dan tidak mengejarnya? Kenapa tak dikejar, Jung Woo?
Soo Yeon duduk di kedai, minum soju sambil memperbaiki
sepatu ibu yang rusak. Ada telepon dari Harry yang bertanya dimana Zoe
sekarang. Ia menyapa Harry, tapi tak dapat menyembunyikan bunyi cegukannya
karena mabuk. Dan Harry mendengarnya dan bertanya apakah ia perlu menjemput Zoe
sekarang?
Soo Yeon tertawa dan mengatakan tak perlu, karena ia sudah
akan pulang dan ia sekarang berada di tempat yang Harry benci. Ia akan segera
pulang. Harry memintanya untuk berhati-hati dan menutup teleponnya.
Ternyata Hyung Joon ada di mobil, sedang mengawasi Soo Yeon.
Ia tersenyum geli melihat Soo Yeon yang dalam keadaan mabuk, mengejar kantong
plastik yang diterbangkan angin. Ia terus memperhatikan Soo Yeon dari jauh.
Namun senyumnya hilang saat melihat Jung Woo keluar dari
dalam kedai dan menaruh sepatu yang tadi jatuh dan meletakkan di atas meja. Ia
melihat Jung Woo memperhatikan Soo Yeon dari jauh dan kemudian meninggalkannya.
Soo Yeon telah berhasil menangkap kantong plastik itu dan
melihat kalau sepatu yang tadi jatuh sekarang ada di atas meja. Heran melihat
sepatu itu sudah terjajar rapi di meja, tapi tak cukup membuatnya penasaran.
Ia hanya
menatap sepatu itu dengan sayang sambil menuangkan soju ke gelasnya lagi. Ia tak
menyadari kalau ada dua pria yang memperhatikannya.
Jung Woo memperhatikan Soo Yeon tapi tak melihat keberadaan
Hyung Joon. Ia tersenyum melihat Soo Yeon yang tersenyum dengan tenang dan
berkata dalam hati, “Melihat bagaimana kau tersenyum, itu berarti kau bahagia
kan telah melihat ibumu? Benar, Soo Yeon. Hapus semua kenangan burukmu dan kau
dapat membuat kenangan yang baru. Hanya kenangan baik.”
Jung Woo mengangkat tangannya, menyihir Soo Yeon lagi untuk
menghapus kenangan buruknya.
Dan Hyung Joon melihatnya. Ia melihat gerakan tangan Jung
Woo yang sama dengan gerakan tangan Soo Yeon saat mengatakan kalau ia memiliki
kemampuan untuk menghilangkan semua kenangan buruk.
Dan kelihatan kalau Hyung Joon tak nampak senang melihatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar